TERTEROR DI GUNUNG LAWU

15.58



2016 silam cerita ini di buat. Cerita ini berawal dari ajakan mendadak untuk melaksanakan pendakian ke gunung lawu dari teman sebut saja fara. Si fara mengajak acong dan zaki dua orang yang baru saya kenal. Hampir semua orang tau bahwa gunung lawu banyak menyimpan misteri di dalamnya.  

kami berempat berangkat dari Bojonegoro sekitar jam 10,  sampai di ngawi kami menyempatkan untuk sholat jumat. perjalanan berlanjut dan nyampek basecamp pendakian candi cetho pukul 04:00 kami menyempatkan beli beberapa sayuran di sekitar area candi. biaya registrasinya sekitar Rp.15.000, dan mendapatkan map untuk petunjuk perjalanan dan petugasnya bertanya kapan kami turun kami jawab kalau enggak minggu ya senin ucap kami. 

Perjalanan start pukul 05:00 sore dengan kondisi yang temaram dengan di iringi mendung gelap. satu persatu senter kami nyalakan untuk menerangi jalanan. desir angin membuat suhunya semakin dingin. pos 1 terlewati dan hujan akhirnya turun dengan lumayan lebat. kita memutuskan untuk berhenti sejanak untuk memakai jas hujan. berjibaku menerjang hujan beberapa kali terpeleset akhirnya kami sampai di pos 2. 




suasana dan aura yang berbeda seolah menyambut kami, hanya suara hujan dan angin yang dominan membuat agak gimana gitu. di pos 2 itu ada shelter atau semacam tenda tapi permanen. kami memutuskan untuk rehat sejenak untuk memulihkan energi yang terkuras sepanjang perjalanan, jam 7 tepatnya kita di pos 2, kami mulai mengeluarkan alat masak dan matras untuk alas kami istirahat. 

Kami memulai memasak air untuk sekedar bikin kopi dan teh untuk menghangatkan tubuh, dan saat itu juga dari arah bawah terdengar sekelompok pendaki tiba di pos 2. kami menyapa dengan hangat kedatangan mereka, " rombongan dari mana bang" tanya kami. "rombongan dari semarang nih bang" sahut mereka. dan mereka langsung mendirikan tenda di bawah shelter pos 2. 

Dari rombongan pendaki semarang itu salah satu dari kawan mereka (perempuan) tengah jatuh sakit. akhirnya kami menghampiri dengan teh dan kopi untuk mereka. dan sedikit berbincang. karena hujan semakin deras sampai pukul 8 malam akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di pos 2 dengan beralaskan matras. sebelum tidur kami menebar garam di sekitaran shelter. 

ketika semua terlelap dalam tidur si fara tiba tiba bangun dan memanggil saya " mas ape nang endi ?" dan setengah sadar saya menjawab " gak nang endi endi, iki aku isek merem, enek opo ? sahutku dengan nada setengah tidur. Sontak si zaki langsung bangun dengan mengambil senter lalu keluar shelter. dan si zaki mulai menyorot kebeberapa arah dan akhirnya sampai menyorot ke pohon besar tepat di depan shelter pos 2 yang konon katanya di keramatkan. dan benar saja si zaki melihat sosok tinggi besar dengan mata besar tepat melihat si zaki. 

Dengan berlagak tenang si zaki masuk shelter, dan saya pun bertanya " enek opo zak ?" "gak enek opo opo" jawab si zaki dengan memaksa tenang meskipun suaranya agak terdengar berbeda karena gemeteran. "cah cah seng nang ngisor mau wes mudun koyok'e " imbuh zaki. 

Kami mencoba untuk berusaha istirahat lagi namun lagi lagi si fara merasakan hal aneh. yaitu merasakan udara panas padahal di luar sedang hujan deras apa lagi di gunung lawu udara sangat dingin. mencoba untuk memejamkan mata sudah mulai susah akhirnya hanya bisa menunggu hujan agak reda. 

setelah hujan reda sekitar pukul 12:20 malem, karena kami memang udah susah tidur karena dengan suasana yang kurang baik juga. ahirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, kita mulai berkemas dan melanjutkan perjalanan.

50 meter setelah shelter ada lagi pohon besar pohon yang kira kira usianya ratusan tahun. Posisi zaki di depan fara kedua,  aku di nomer tiga dan acong paling belakang. Sesampainya samping pohon persis si acong merasakan ada yang memperhatikan di balik pohon. Dan benar saja ketika si acong menengok ke arah pohon sosok hitam besar dengan muka yang tidak jelas menampakan dirinya. Dengan sontak si aconk meneriaki si zaki untuk berjalan lebih cepat. “Zak nek mlaku rondok banter sitik po’o”. Ketika si acong berteriak seperti itu zaki pun paham jelas ada sesuatu yang tidak beres . Kita semua berjalan lebih cepat dari biasanya. Dengan susah payah kita berjalan dengan kondisi jalanan yang becek karena hujan, terjal pula. 

Sesampainya di pertengahan jalan kita berhenti melihat pemandangan terbuka, purnama menampakkan dirinya setelah hujan . Sepanjang mata memandang terlihat hutan semua.  Setelah rehat sejenak kita melanjutkan perjalanan. ketika berjalan beberapa meter mendadak Ada seekor burung hitam berada tepat di depan kami, menurut warga sekitar, jika kita menjumpai burung hitam itu berarti kita lagi beruntung dan akan di berikan petunjuk perjalanan. Dan benar saja ketika kami berjalan burung itu mulai berjalan juga.Sambil melompat lompat burung tadi membawa kami sampai post 3 . Dengan sejumlah tenda yang sudah berjajar ada sekitar 5 tenda . Kami tidak bisa mendirikan tenda di post 3 karena kondisinya tidak memungkinkan dan tidak muat.

Kami hanya mengeluarkan kompor untuk masak mie dan teh untuk menghangatkan tubuh, setelah kita menerjang tanjakan yang luar biasa. Setelah mengecek jam ternyta sudah pukul 03:00 setengah jam lebih kita berada di post 3 . Dan akhirnya kita mulai berjalan kembali. Setelah berjalan beberapa jam akhirnya kita nyampek pos 4 sekitar set 5 pagi. Aku dan zaki membuat tenda . Acong dan fara mulai memasak nasi dan sop ala ala. Setelah santap pagi kita merebahkan  tubuh untuk mengembalikan energi yang sudah habis.





Karena memang semaleman di teror habis habisan akhirnya kami terbangun sekitar jam 10an dan langsung berkemas untuk melanjutkan perjalanan.  Setelah beberapa langkah lagi lagi burung hitam itu berada depan kami . Melompat lompat kecil membawa kami pada subuah tanaman blueberry gunung. dan tentu saja excited banget donk karena itu pertama kalinya saya makan blueberry gunung. mantep rasanya asem manis cakep bet. 






Setelah Pos 4 akan melewati jalur pendakian yang lewat di antara 2 pohon cemara yang cukup besar yang dikenal dengan Cemoro Kembar. Konon Cemoro Kembar tersebut adalah gerbang gaib kerajaan makhluk astral yang ada di Gunung Lawu. Kemudian pada Pos 5 akan ditemui sabana-sabana yang sangat indah yang tidak akan ditemui pada jalur pendakian Gunung Lawu yang lainya.


Sabana tersebut diberi nama Bulak Peperangan yang konon dahulu kala menjadi arena perang Pasukan Kerajaan Majapahit melawan Pasukan Kerajaan Demak. Masih di area sabana Bulak Peperangan juga akan ditemui Sendang Tapak Menjangan yang terdapat air kala musim penghujan.








Sesampainya di barak peperangan kami melihat segrombol anak anak yang tidak asing ternyata benar anak anak yang kemarin malem ngecamp di post 2 masih melanjutkan perjalanan malam itu. setelah kami bertanya tanya tentang kabar kawan mereka yang sakit bagaimana. ternyata sudah turun balik ke basecamp karena kondisi/ yang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. 





Setelah menikmati sabana, untuk menuju Hargo Dalem masih harus melipir bukit dan melewati Pasar Dieng atau Pasar Batu yang memiliki banyak percabangan yang dapat menuju ke banyak arah yakni Hargo Dalem, Hargo Dumilah, Hargo Puruso, dan Hargo Tuliling. Untuk mencapai Hargo Dalem dari arah Jalur Candi Cetho harus mengarah ke arah kiri ketika di Jalur Pasar Dieng.





Hargo Dalem merupakan tempat pertapaan Prabu Brawijaya dan di sana juga terdapat banyak bangunan yang biasa dipakai untuk berteduh maupun untuk acara spiritual. Di Hargo Dalem juga akan ditemui Warung yang sudah melegenda di kalangan pendaki yang dikelola oleh seorang penjual bernama Mbok Yem. Warung tersebut menyediakan makanan dan minuman untuk para pendaki sekaligus juga menyediakan tempat menginap bagi pendaki yang tidak membawa tenda.





Menuju puncak tertinggi Gunung Lawu, yakni Hargo Dumilah dapat memilih melalui Jalur Cemoro Sewu ataupun Jalur Cemoro Kandang dari Hargo Dalem. Secara normal total perjalanan naik dari Candi Cetho menuju Hargo Dumilah adalah 8-10 jam perjalanan (tanpa menghitung istirahat) dan 4-6 jam perjalanan turun.






Pendakian melalui Candi Cetho tersebut memakan waktu 1,5 kali lebih lama dibanding Jalur Cemoro Sewu, tentunya dengan medan yang lebih sulit pula. Terkadang ada benarnya untuk mendapatkan hasil yang istimewa, butuh perjuangan yang ekstra pula. Alhamdulillah perjalanan kembali turun sampai basecamp aman aman saja. 



yuk kapan muncak bareng. hehehe. 



  • Share:

You Might Also Like

0 komentar